Tujuan riset yang dilakukan itu sejatinya sederhana saja: ingin mencari
penyebab utama sepinya penjualan home theater Qwanza besutan PT Sharp
Electronics Indonesia, belakangan ini. Selain itu, juga hendak
mengetahui alasan pemicu munculnya kesan bahwa merek Qwanza seolah
"tenggelam" di tengah hingar bingarnya performa home theater yang
mengusung merek lain.
Padahal, jauh sebelumnya, kinerja home theater Qwanza terbilang cukup meyakinkan. Namun, kenyataan di lapangan kemudian bercerita lain. Akibatnya, dalam kurun yang cukup lama, porsi market share Sharp seolah tak mau beranjak dari angka 10 persen.
Dan, ironisnya lagi, bila dibandingkan dengan brand lain, posisi Sharp ada di peringkat keempat di bisnis home theater di Indonesia, sampai akhir tahun lalu.
So, data apa yang terungkap dari riset tadi?
Ini dia hasilnya: konsumen menilai kualitas sound serta desain home theater Qwanza kurang meyakinkan ketimbang merek lain. Atau dengan kata lain, konsumen tidak tertarik dengan home theater keluaran Sharp Electronics Indonesia itu.
Itu sebabnya, Sharp Electronics Indonesia baru-baru ini memperkenalkan home theater anyar dengan nama Neo Qwanza. Kata Ardy, CTV & Audio Product Manager Sharp Electronics Indonesia, produk gres itu dirancang guna menjawab kebutuhan konsumen.
Lebih dari itu, dengan mengandalkan Neo Qwanza yang dibanderol di kisaran harga Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta per unit, Sharp Electronics Indonesia berambisi ingin segera bertengger di posisi teratas bisnis home theater.
Perhitungannya, kurang lebih seperti ini. Berdasarkan data yang dilansir oleh lembaga riset pemasaran GfK, penjualan home theater di Indonesia sudah mencapai angka 95.962 unit pada tahun 2009. Selang setahun, penjualannya bertumbuh sebesar 32,28 persen menjadi 126.946 unit.
Lantas, pada tahun lalu, melonjak tajam sebanyak 45,8 persen menjadi 185.185 unit. Dan, tahun ini, total penjualan home theater diproyeksikan bakal mencapai 265.950 unit alias mengalami peningkatan sebesar 43,6 persen. Jangan kaget, tahun depan, penjualan home theater diprediksi bisa menggapai angka 373.000 unit atau bertumbuh 39,1 persen dibandingkan dengan total penjualan tahun ini.
Nah, dalam situasi tersebut, khususnya di tahun 2012, dengan berbagai upaya marketing dan promosi yang digelar, Sharp Electronics Indonesia optimis mampu menjual semua produk home theater-nya hingga 80 ribu unit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 ribu unit direncanakan bersumber dari hasil penjualan Neo Qwanza. Sisanya merupakan sumbangan Qwanza.
Seandainya cita-cita itu tercapai maka pangsa pasar Sharp di bisnis home theater pun bakal melambung sampai 30 persen hingga akhir Desember 2012. Mungkinkah? Waktu jua nantinya yang berbicara. Yang jelas, kehadiran Neo Qwanza telah meramaikan ranah bisnis home theater di Indonesia.
Mengambil langkah yang relatif beda dengan Sharp Electronics Indonesia, pada medio Mei lalu, PT Hartono Istana Teknologi secara resmi menawarkan Polytron Cinemax dalam dua ukuran, yakni 32 inci dan 42 inci, dengan banderol harga masing-masing senilai Rp 3 juta (32 inci) hingga Rp 6 juta (42 inci).
Melalui produk tersebut, Hartono Istana Teknologi ingin memberikan pengalaman menonton terbaik bagi para konsumen. Cuma, dua speaker itu hanya bisa digunakan (compatible) dengan televisi seri Cinemax dari Polytron dan tidak bisa dicolokkan ke TV merek lain.
Menurut Santo Kadarusman, Public Relations and Event Manager Hartono Istana Teknologi, Polytron Cinemax diklaim tidak akan menggerogoti pasar home theater maupun mini hi-fi-nya yang telah hadir lebih dulu. Pasalnya, produk tersebut diarahkan guna membidik konsumen pemula yang menginginkan kepraktisan dan harga murah.
Baiklah, kalau begitu. Lalu, bagaimana dengan pasar home theater-nya sendiri? Tahun lalu, Hartono Istana Teknologi yang didukung 50 lokasi service center yang terletak di 48 kota di seluruh Indonesia itu, mematok target kenaikan penjualan produk audio video-nya sebesar 5 sampai 20 persen, termasuk home theater.
Tentu saja, pembahasan bisnis home theater tidak bisa dilepaskan dari gerak langkah PT LG Electronics Indonesia. Mei silam, pabrikan asal Korea Selatan ini kembali meluncurkan produk terbaru home theater-nya yang disebut memiliki kualitas suara 3D sound zooming, yaitu LG BH9520TW dan LG BH 9320H.
Menurut William Fu, Audio Video Head Marketing Department LG Electronics Indonesia, kedua produk itu sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan segmen premium. Pasalnya, kedua home theater tadi dijajakan dengan harga jual mulai dari Rp 4,9 juta hingga Rp 7,9 juta. Dan, oleh LG Electronics Indonesia, home theater LG BH9520TW dan LG BH 9320H ditargetkan bisa terjual sebanyak 700 unit dalam tempo satu bulan secara nasional.
Asal tahu saja, tahun lalu, di saat total penjualan home theater untuk semua produk tercatat sebanyak 30 ribu per bulan, LG Electronics Indonesia mengklaim telah berhasil menjual sebanyak 15 ribu unit home theater di waktu yang sama. Artinya, penguasaan LG Electronics Indonesia di pasar home theater mencapai kurang lebih 50 persen.
Hal mana diperkuat oleh hasil riset pasar dari GfK. Menurut salah satu perusahaan riset terbesar di dunia tersebut, perangkat home theater system LG Electronics Indonesia mampu meraup pangsa pasar lebih dari 45 persen untuk hasil penjualan sepanjang tahun 2011.
Bagaimana yang lain? Agaknya cukup berat bagi PT Sony Indonesia, Hartono Istana Teknologi maupun pabrikan lain untuk mengejar langkah LG Electronics Indonesia di pentas bisnis home theater. Bukan apa-apa. Tahun ini pun, LG Electronics Indonesia masih ingin mengejar angka penjualan yang lebih tinggi lagi. (BB/dbs/Christov)
Padahal, jauh sebelumnya, kinerja home theater Qwanza terbilang cukup meyakinkan. Namun, kenyataan di lapangan kemudian bercerita lain. Akibatnya, dalam kurun yang cukup lama, porsi market share Sharp seolah tak mau beranjak dari angka 10 persen.
Dan, ironisnya lagi, bila dibandingkan dengan brand lain, posisi Sharp ada di peringkat keempat di bisnis home theater di Indonesia, sampai akhir tahun lalu.
So, data apa yang terungkap dari riset tadi?
Ini dia hasilnya: konsumen menilai kualitas sound serta desain home theater Qwanza kurang meyakinkan ketimbang merek lain. Atau dengan kata lain, konsumen tidak tertarik dengan home theater keluaran Sharp Electronics Indonesia itu.
Itu sebabnya, Sharp Electronics Indonesia baru-baru ini memperkenalkan home theater anyar dengan nama Neo Qwanza. Kata Ardy, CTV & Audio Product Manager Sharp Electronics Indonesia, produk gres itu dirancang guna menjawab kebutuhan konsumen.
Lebih dari itu, dengan mengandalkan Neo Qwanza yang dibanderol di kisaran harga Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta per unit, Sharp Electronics Indonesia berambisi ingin segera bertengger di posisi teratas bisnis home theater.
Perhitungannya, kurang lebih seperti ini. Berdasarkan data yang dilansir oleh lembaga riset pemasaran GfK, penjualan home theater di Indonesia sudah mencapai angka 95.962 unit pada tahun 2009. Selang setahun, penjualannya bertumbuh sebesar 32,28 persen menjadi 126.946 unit.
Lantas, pada tahun lalu, melonjak tajam sebanyak 45,8 persen menjadi 185.185 unit. Dan, tahun ini, total penjualan home theater diproyeksikan bakal mencapai 265.950 unit alias mengalami peningkatan sebesar 43,6 persen. Jangan kaget, tahun depan, penjualan home theater diprediksi bisa menggapai angka 373.000 unit atau bertumbuh 39,1 persen dibandingkan dengan total penjualan tahun ini.
Nah, dalam situasi tersebut, khususnya di tahun 2012, dengan berbagai upaya marketing dan promosi yang digelar, Sharp Electronics Indonesia optimis mampu menjual semua produk home theater-nya hingga 80 ribu unit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 ribu unit direncanakan bersumber dari hasil penjualan Neo Qwanza. Sisanya merupakan sumbangan Qwanza.
Seandainya cita-cita itu tercapai maka pangsa pasar Sharp di bisnis home theater pun bakal melambung sampai 30 persen hingga akhir Desember 2012. Mungkinkah? Waktu jua nantinya yang berbicara. Yang jelas, kehadiran Neo Qwanza telah meramaikan ranah bisnis home theater di Indonesia.
Mengambil langkah yang relatif beda dengan Sharp Electronics Indonesia, pada medio Mei lalu, PT Hartono Istana Teknologi secara resmi menawarkan Polytron Cinemax dalam dua ukuran, yakni 32 inci dan 42 inci, dengan banderol harga masing-masing senilai Rp 3 juta (32 inci) hingga Rp 6 juta (42 inci).
Melalui produk tersebut, Hartono Istana Teknologi ingin memberikan pengalaman menonton terbaik bagi para konsumen. Cuma, dua speaker itu hanya bisa digunakan (compatible) dengan televisi seri Cinemax dari Polytron dan tidak bisa dicolokkan ke TV merek lain.
Menurut Santo Kadarusman, Public Relations and Event Manager Hartono Istana Teknologi, Polytron Cinemax diklaim tidak akan menggerogoti pasar home theater maupun mini hi-fi-nya yang telah hadir lebih dulu. Pasalnya, produk tersebut diarahkan guna membidik konsumen pemula yang menginginkan kepraktisan dan harga murah.
Baiklah, kalau begitu. Lalu, bagaimana dengan pasar home theater-nya sendiri? Tahun lalu, Hartono Istana Teknologi yang didukung 50 lokasi service center yang terletak di 48 kota di seluruh Indonesia itu, mematok target kenaikan penjualan produk audio video-nya sebesar 5 sampai 20 persen, termasuk home theater.
Tentu saja, pembahasan bisnis home theater tidak bisa dilepaskan dari gerak langkah PT LG Electronics Indonesia. Mei silam, pabrikan asal Korea Selatan ini kembali meluncurkan produk terbaru home theater-nya yang disebut memiliki kualitas suara 3D sound zooming, yaitu LG BH9520TW dan LG BH 9320H.
Menurut William Fu, Audio Video Head Marketing Department LG Electronics Indonesia, kedua produk itu sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan segmen premium. Pasalnya, kedua home theater tadi dijajakan dengan harga jual mulai dari Rp 4,9 juta hingga Rp 7,9 juta. Dan, oleh LG Electronics Indonesia, home theater LG BH9520TW dan LG BH 9320H ditargetkan bisa terjual sebanyak 700 unit dalam tempo satu bulan secara nasional.
Asal tahu saja, tahun lalu, di saat total penjualan home theater untuk semua produk tercatat sebanyak 30 ribu per bulan, LG Electronics Indonesia mengklaim telah berhasil menjual sebanyak 15 ribu unit home theater di waktu yang sama. Artinya, penguasaan LG Electronics Indonesia di pasar home theater mencapai kurang lebih 50 persen.
Hal mana diperkuat oleh hasil riset pasar dari GfK. Menurut salah satu perusahaan riset terbesar di dunia tersebut, perangkat home theater system LG Electronics Indonesia mampu meraup pangsa pasar lebih dari 45 persen untuk hasil penjualan sepanjang tahun 2011.
Bagaimana yang lain? Agaknya cukup berat bagi PT Sony Indonesia, Hartono Istana Teknologi maupun pabrikan lain untuk mengejar langkah LG Electronics Indonesia di pentas bisnis home theater. Bukan apa-apa. Tahun ini pun, LG Electronics Indonesia masih ingin mengejar angka penjualan yang lebih tinggi lagi. (BB/dbs/Christov)
http://www.berita-bisnis.com/data-bisnis/1157--langkah-lg-di-bisnis-home-theater-sulit-terkejar.html